Kalo
kata orang “cinta itu adalah sumber kekuatan. Segala yang dilakukan dengan
cinta, pastilah akan menuai hasil”. Bahkan Celine Dion, menciptakan sebuah lagu
berjudul “The Power of Love”. Saat jatuh cinta, orang cenderung lebih kuat,
lebih tahan terhadap rasa sakit. Misial aja tentara. Saking cintanya sama
negara, sampe nyawa pun rela dipertaruhkan. Cintanya pada negara mengalahkan
cintanya pada kekasihnya... (Bapak-bapak TNI yang baca, jangan ngirim KOPASSUS
ya...) Ga usah jauh-jauh dah. Ente yang lagi kasmaran, (tidak berlaku bagi yang
jomblo) pasti juga merasa ingin mempertahankan cinta kalian kan? Ngaku aja deh!
Ngaku! Ngaku ga! Kalo ga mau, ane gampar ente!
Uhm...
tapi, adakah sesuatu yang bisa mengalahkan love
power ini? ADA! Yaitu sempak, alias kancut, alias CD ente. Nah lho?
Bagaimana mungkin benda yang cuma dipake mengelilingi pantat dan selangkangan
ini memiliki kekuatan yang besar sampe-sampe mengalahkan cinta? Apakah cinta
yang begitu murni dapat dikalahkan oleh sebuah sempak dekil? Namun sayang,
kisah berkata lain. Kekuatan sempak adalah lebih besar dari kekuatan cinta.
Biar
ente ga makin bingung dan... ini yang ane takutin. Jangan-jangan para jomblo
yang udah salah kaprah duluan sekarang sedang menciumi sempak mereka. Oke.
Daripada situasi makin memburuk dan Rumah Sakit makin kehabisan tabung oksigen,
langsung aja ane jelaskan.
Kisah
ini bermula ketika diadakan acara reorganisasi anggota ROHIS di sekolah.
Tentulah ane ikut ambil bagian di acara ini. Acara reor kali ini, adalah yang pertama buat
ane, karena taun lalu ane ga ikut. Acara ini sempet diwarnai aksi ‘penculikkan’
para CAKAR (Calon Ketua Rohis) di malam hari (Mas Hirzi, saya ngintip dikit!
Maaf ya!)
Keren banget penculikkannya.
Jadi, di malem hari itu, pas semua orang lagi tidur, para Rohis angkatan atas
diam-diam pergi ke kapling kami dan menculik para Cakar ini. Para Cakar
kemudian diinterogasi dengan cara ditutup mata mereka, kemudian mereka
didudukkan di sebuah kursi dan di depan mereka, terdapat meja dengan isi yang
komplit mulai dari tang, pisau, golok.... eh bentar! Ane kebablasan ngetik
adegan film Shooter!
Yah...
ane ga terlalu tau persis kejadian pasca penculikkan. Karena satu-satunya
kejadian yang ane inget malem itu adalah, ane ngglundung dari meja yang ane jadikan tempat tidur. Ga usah tanya
ruangannya masih utuh apa ga setelah gempa lokal tersebut. Kita langsung aja ke
kejadian esoknya.
Paginya,
setelah salah satu Cakar menjadi Keris (note: ini bukan adegan sinetron laga
Ind*siar) alias Ketua Rohis, acara games pun dimulai. Inilah yang mebuat ane sadar
betapa kekuatan mempertahankan sempak lebih besar dari kekuatan cinta!
Pasalnya,
sebelum games dimulai, ane baru sadar. Ane ga bawa sempak cadangan! Ajaibnya,
tanpa dijanjikan apalagi diprediksikan sebelumnya,t ernyata semua anggota
kelompok ane juga ga bawa sempak cadangan! Subhanallah! Entah cobaan apa yang
kami terima ini.
Kamipun
bedoa dalam hatimasing-masing semoga aga ada game yang basah-basahan. Tapi,
begitu liat panitia bawa ember, kami udah ga sempet ngaminin doa tadi. Sebab
udah jelas banget itu ember diisi pake suatu zat kimia yang sangat diperlukan
manusia, tapi tidak buat kami sekarang. AIR. Ya udah. Kami semua langsung drop
saat itu.
Ternyata
bener. Aturan games nya adalah, kelompok yang kalah, akan dilempari air oleh
lkelompok yang menaang. Sumpah! ini aturan apa banget! Kami tentu saja tidak
sempat melepas sempak kami. Karena kalo kami lepas, siapa yang tau tiba-tiba
ada menara Tokyo bangun, atau kalo yang punya miring, ya, menara Pisa.
Asal
ente tau aja, yang namanya ‘abdi dalem’ cowok (yang cewek boleh baca boleh ga)
itu seperti pemberontak. ‘Dia’ bagaikan VOC di Indonesia. Negara dalam suatu
negara yang memiliki kebijakan sendiri.
Jadi, misalnya gini: seorang cowok yang udah punya pacar, ga akan
ngelirik cewek lain (ttidak berlaku untuk homo dan playboy). Itu yang diperintahkan otak. You’re only her love. Itu yang ditanamkan di otak dia. Masalahnya,
saat dia ngeliat cewek cantik selain pacarnya, apalagi yang pakaiannya sekseh
semelekekte, pastilah, ‘abdi dalamnya’ langsung menjulang. Semuanya tanpa
perintah dari otak! Betul-betul pemberontak dia.
Oke,
masalah ‘abdi dalem’ ini kita bahas lain kali. Kita kembali kepada sempak
masing-masing. Jadi, pas waktu itu, gamenya adalah tarik tambang. Mampus! Tim lawan
ane terdiri dari orang-orang berotot dan berbobot, serta berbobot tanpa otot.
Tim ane? Bayangin aja deh Ade Ray pas umur 98 taun kayak gimana bodynya. Semi
berotot, tanpa bobot. Maka hasilnya sudah bisa dipastikan. Sempak kami dalam
bahaya besar. Dan bener, setelah itu kami kalah, dan panitia udah bagi-bagiin
kantong plastik berisi air pada sang pemenang.
Kami
bener-bener pasrah. Namun, kekuatan untuk mempertahankan sempak kami makin
menjadi. Segala cara kami pikirkan agar sempak satu-satunya yang melekat di
bagian bawah tubuh kami tidak basah dan membuat ‘burung’ kami masuk angin. Bermula
dari itulah, perjuangan kami dimulai. Kami mengelak berusaha menghindar dari
lemparan-lemparan brutal mereka. Iming-iming sempak kering dan kenyamanan
selangkangan yang terbalut di baliknya, makin merasuki kami untuk
mempertahankan sempak kami.
Beberapa
orang gugur dengan mengenaskan! Baju mereka basah kuyup hingga air merembes ke
celana mereka. Bahkan beberapa mendapat tembakkan langsung ke arah celana! Kami
yang masih bertahan, berusaha agar tidak bernasib sama. Mereka yang gugur lebih
dahulu menjerit dalam jeritan yang memilukan.
“AHH!!! Sempakku basah! Ya Allah! Tolong!”
“Berikan sempak cadangan! Tolong kami!!”
“SEMPAKKU!!!! AAHHHHH!!!!”
“AHH!!! Sempakku basah! Ya Allah! Tolong!”
“Berikan sempak cadangan! Tolong kami!!”
“SEMPAKKU!!!! AAHHHHH!!!!”
Jeritan-jeritan
itu begitu tragis, hingga kami merasa ingin sekali menukarkan sempak kami
kepada mereka. Untungnya kita masih sadar ini lagi di lapangan terbuka. Banyak
warga yang liatin. Niatpun kami urungkan. Kami berusaha menghindari
cipratan-cipratan air. Kami selamat tanpa luka yang berarti.
Tibalah
saatnya pembalasan. Sempak kawan-kawan yang basah akan dibalaskan di sini!
Semua rasa sakit dan ketidaknyamanan selangkangan yang mereka rasakan, akan
dibayar segera! Hutang nyawa dibayar nyawa! Hutang sempak digebukin penjual!
Kini tibalah kompetisi berikutnya: Barikade Air.
Inilah
saatnya kami membalaskan semua rasa sakit. Mereka semua harus merasakan rasa
sakit, penderitaan, darah, dan ketidaknyamanan selankangan yang kami
rasakan! Ga peduli gimanapun caranya,
bokong mereka harus lembab! ‘Burung’ mereka harus kedinginan! Demam kalo bisa!
Sayangnya panitia udah kehabisan air. Jadi hukumannya diganti nggendong kami
sampe keluar lapangan. Asem! Setidaknnya, kami seneng-seneng di hari itu.
*terpaksa ane akhiri dengan segera karena harus pulang dan
ngangkat jemuran. Salam Salmon!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar